Wednesday, February 18, 2004

DARI BENING AKAL KE BENING HATI

Ada sebuah pertanyaan yang kritis dan menantang dari kaum materialis (sebuah kaum yang mengagungkan/ melihat hasil akhir, kurang lebih seperti itu red) kepada kaum beragama. Mereka menyatakan bahwa Tuhan itu tidak mungkin ada karena menurut mereka itu tidak masuk akal, tidak bisa dilihat, tidak bisa didengar atau dicerna secara pemikiran. Atas pertanyaan dan pernyataan mereka itu Al-quran telah menantang kaum mujadilun tersebut dengan ayat-ayat seperti Q.S. 16:125 : " serulah manusia kepada jalan Allah dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik . sesungguhnya Tuhan-mu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk" Nah, yang menjadi pertanyaan bagi kita bagaimana kita bisa sampai pada daya dan kekuatan untuk memahami adanya sang Kholiq? Karena bagi sebagian orang dengan pernyataan kaum materialis tadi akan berfikir "….wah enya..nya!…" jika sudah sampai pada perkataan itu bisa sangat berbahaya untuk kesehatan jiwa kita. Perhatikan, apakah anda bisa melihat Allah? Tidak kan? Apakah anda bisa mendengar Allah? Tidak jugakan? Bagaimana dengan pemikiran anda? Mmm..rumitkan? Lalu apakah mereka benar? Tidak sahabat, mereka salah!! Karena mereka tidak melihat Allah dengan hatinya karena mereka juga tidak mendengasr Allah dengan jiwa nya mereka pun mencerna keberadaan Allah dengan adat kebiasaan manusia tidak dengan Akal (Nurul latifun ruhaniun Rabbaniun,red) "mereka itulah yang ahti mata dan pendengarannya telah dikunci mati oleh Allah, dan mereka itulah orang-orang yang lalai" (Q.S. 16:108)

Untuk menjawab pertanyaan tadi, kita harus mempelajari ilmu yang paling mendasar dalam islam, yakni : ilmu Aqidah. Aqidah adalah ilmu ma'rifat untuk mengenal lebih dalam akan Allah dan Rosul-Nya. Aqidah merupakan pedoman dasar (al-asas) dalam bangunan islam. Oleh karena itu para ulama sangat keras dan hati-hati dalam membahas dan membahasakan aqidah ini karena kesalahpahaman terhadap aqidah akan menyebabkan kefatalan dalam keimanan. Dilihat dari segi pengertiannya atau definisi Aqidah adalah ikatan yang kuat seorang hamba dengan Tuhannya yang lahir dari suatu perjanjian yang sungguh-sungguh dan menuntut adanya pelaksanaan, dipentingkan dan dipelihara dan ditujukan hanya kepada Alloh semata. Seperti tersirat dalam Q.S 9 : 24 "katakanlah, 'jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri kaum kerabat mu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah, Rosul dan dari berjihad dijalan-Nya maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusanNya'. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang pasik".

Manusia, makhluk tersempurna yang diciptakan Allah (Q.s. 95:4) telah diberikan alat untuk menghantarkan keimanan yang haqiqi. Alat itu berupa potensi internal yaitu sama, bashar dan qolb. Manusiamempunyai nilai lebih dari pada binatang karena denghan pemberdayaan sama dan basharny, akalnya dapat berfungsi dengan baik. Perlu juga kita ketahui bahwasanya akal kita terbagi atas dua bagianyaitu:
1. Akal thobi'I yaitu akal yang mempunyai daya kemampuan untuk menghasilkan tujuannya, tapi tidak dapat mengerti terhadap adanya sang Wajibul Wujud (Allah)
2. Akal ghorizi yaitu akal yang mempunyai daya kekuatan untu mengerti kepada adanya Allah.
Keyakinan yang mantap akan sesuatu mempunyai proses dari penangkapan objek (al-hisi wal histaro), pendeskripsian (al-khoyaliah), pemahaman (wohmiyah), penyimpanan (al-hafizu). Dalam hal ini para mutakalimin menyatakan bahwa untuk mencapai 'itiqod bil qolb seorang mukalaf (orang yang telah sempurna akalnya) harus ber'itiqod bil aqli terlebih dahulu, Artinya, untuk bisa mencapai tingkatan penyerahan hati yang sempurna terhadap Allah. Hati yang basah dengan kata lain bening hati maka seseorang itu harus mengetahui (memahami) secara teori terlebih dahulu. Sebagai satu ilustrasi sederhana, bagaimana kita yakin objek A jika kita tidak mengetahui secara akurat objek A tersebut. Jadi 'itikod bil qolb akan sangat berbahaya bila hal yang kita yakini belum ter-tanjih (tersucikan) atau tidak sesuai dengan informasi dari Alloh dan rosul-Nya. Al-quran mengingatkan kita untuk tidak berbertaqlid dalam keimanan. "dan jangan kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban"., tetapi keimanan harus dinamis menuju keimanan yang lebih dalam dengan ditopang bukti-bukti (dalil-dalil) atau keterangan-keterangan yang kuat dan akurat yang bisa diyakini bukan hanya sekedar dugaan-dugaan semata. Bahkan seorang umar sekalipun pernah ditegur oleh Rosulullah ketika Umar meniru apa yang dilakukan Rosulullah begitu saja tanpa bertanya terlebih dahulu. Kesalahan mengidentifikasi objek (seperti contoh :A) akan mengakibatkan kesalahan yang fatal. Dalam Q.S 29:21 Allah mencontohkan : "Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka : siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan menggerakkan matahari dan bulan niscaya mereka akan menjawab "Allah". Secara jelas mereka mengakui Alloh lah yang menciptakan tetapi dalam kehidupan sehari hari antara pengetahuan mereka tentang Alloh dan rosul tidak sesuai dengan realita keseharian. Mereka cenderung untuk mengikuti aturan-aturan nenek moyang (Q.S. 2 :170)

Dalam sebuah bukunya DR. Yusuf Qordhowi (Menghidupkan manusia Rabbaniah dan ilmiah, 1995) menulis.
" para ulama akal sebagai penyebab taklif, inti pahala dan siksa, mereka juga menetapkan bahwa akal merupakjan dasar naql, sebab jika keberadaan Allah tidak dikuatkan akal dan kebenaran nabi tidak dikuatkan dengan akal maka wahyupun tidak akan dikuatkan oleh akal…"
berangkat dari sini para peneliti dari kalangan ulama islam menetapkan, bahwa iman orang yang bertaqlid secara utuh tidak akan diterima. Sebab dia melandaskan imannya kepada keterangan penguat, tidak didasarkan kepada hujjah yang nyata dan hanya kepada taqlid semat".
Akhirul kalam, maka sudah menjadi kewajiban setiap muslim yang mukallaf untuk mendaya gunakan akal dan hati yang telah diberikan Allah kepada kita semua untuk mencapai iman yang tertinggi yakni iman haqiqotul hoqiqot. Adrie M. S (ketum FKII, forum kajian islam ilmiah)
Dari bening akal ke bening hati

Ada sebuah pertanyaan yang kritis dan menantang dari kaum materialis (sebuah kaum yang mengagungkan/ melihat hasil akhir, kurang lebih seperti itu red) kepada kaum beragama. Mereka menyatakan bahwa Tuhan itu tidak mungkin ada karena menurut mereka itu tidak masuk akal, tidak bisa dilihat, tidak bisa didengar atau dicerna secara pemikiran. Atas pertanyaan dan pernyataan mereka itu Al-quran telah menantang kaum mujadilun tersebut dengan ayat-ayat seperti Q.S. 16:125 : " serulah manusia kepada jalan Allah dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik . sesungguhnya Tuhan-mu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk" Nah, yang menjadi pertanyaan bagi kita bagaimana kita bisa sampai pada daya dan kekuatan untuk memahami adanya sang Kholiq? Karena bagi sebagian orang dengan pernyataan kaum materialis tadi akan berfikir "….wah enya..nya!…" jika sudah sampai pada perkataan itu bisa sangat berbahaya untuk kesehatan jiwa kita. Perhatikan, apakah anda bisa melihat Allah? Tidak kan? Apakah anda bisa mendengar Allah? Tidak jugakan? Bagaimana dengan pemikiran anda? Mmm..rumitkan? Lalu apakah mereka benar? Tidak sahabat, mereka salah!! Karena mereka tidak melihat Allah dengan hatinya karena mereka juga tidak mendengasr Allah dengan jiwa nya mereka pun mencerna keberadaan Allah dengan adat kebiasaan manusia tidak dengan Akal (Nurul latifun ruhaniun Rabbaniun,red) "mereka itulah yang ahti mata dan pendengarannya telah dikunci mati oleh Allah, dan mereka itulah orang-orang yang lalai" (Q.S. 16:108)

Untuk menjawab pertanyaan tadi, kita harus mempelajari ilmu yang paling mendasar dalam islam, yakni : ilmu Aqidah. Aqidah adalah ilmu ma'rifat untuk mengenal lebih dalam akan Allah dan Rosul-Nya. Aqidah merupakan pedoman dasar (al-asas) dalam bangunan islam. Oleh karena itu para ulama sangat keras dan hati-hati dalam membahas dan membahasakan aqidah ini karena kesalahpahaman terhadap aqidah akan menyebabkan kefatalan dalam keimanan. Dilihat dari segi pengertiannya atau definisi Aqidah adalah ikatan yang kuat seorang hamba dengan Tuhannya yang lahir dari suatu perjanjian yang sungguh-sungguh dan menuntut adanya pelaksanaan, dipentingkan dan dipelihara dan ditujukan hanya kepada Alloh semata. Seperti tersirat dalam Q.S 9 : 24 "katakanlah, 'jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri kaum kerabat mu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah, Rosul dan dari berjihad dijalan-Nya maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusanNya'. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang pasik".

Manusia, makhluk tersempurna yang diciptakan Allah (Q.s. 95:4) telah diberikan alat untuk menghantarkan keimanan yang haqiqi. Alat itu berupa potensi internal yaitu sama, bashar dan qolb. Manusiamempunyai nilai lebih dari pada binatang karena denghan pemberdayaan sama dan basharny, akalnya dapat berfungsi dengan baik. Perlu juga kita ketahui bahwasanya akal kita terbagi atas dua bagianyaitu:
1. Akal thobi'I yaitu akal yang mempunyai daya kemampuan untuk menghasilkan tujuannya, tapi tidak dapat mengerti terhadap adanya sang Wajibul Wujud (Allah)
2. Akal ghorizi yaitu akal yang mempunyai daya kekuatan untu mengerti kepada adanya Allah.
Keyakinan yang mantap akan sesuatu mempunyai proses dari penangkapan objek (al-hisi wal histaro), pendeskripsian (al-khoyaliah), pemahaman (wohmiyah), penyimpanan (al-hafizu). Dalam hal ini para mutakalimin menyatakan bahwa untuk mencapai 'itiqod bil qolb seorang mukalaf (orang yang telah sempurna akalnya) harus ber'itiqod bil aqli terlebih dahulu, Artinya, untuk bisa mencapai tingkatan penyerahan hati yang sempurna terhadap Allah. Hati yang basah dengan kata lain bening hati maka seseorang itu harus mengetahui (memahami) secara teori terlebih dahulu. Sebagai satu ilustrasi sederhana, bagaimana kita yakin objek A jika kita tidak mengetahui secara akurat objek A tersebut. Jadi 'itikod bil qolb akan sangat berbahaya bila hal yang kita yakini belum ter-tanjih (tersucikan) atau tidak sesuai dengan informasi dari Alloh dan rosul-Nya. Al-quran mengingatkan kita untuk tidak berbertaqlid dalam keimanan. "dan jangan kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban"., tetapi keimanan harus dinamis menuju keimanan yang lebih dalam dengan ditopang bukti-bukti (dalil-dalil) atau keterangan-keterangan yang kuat dan akurat yang bisa diyakini bukan hanya sekedar dugaan-dugaan semata. Bahkan seorang umar sekalipun pernah ditegur oleh Rosulullah ketika Umar meniru apa yang dilakukan Rosulullah begitu saja tanpa bertanya terlebih dahulu. Kesalahan mengidentifikasi objek (seperti contoh :A) akan mengakibatkan kesalahan yang fatal. Dalam Q.S 29:21 Allah mencontohkan : "Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka : siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan menggerakkan matahari dan bulan niscaya mereka akan menjawab "Allah". Secara jelas mereka mengakui Alloh lah yang menciptakan tetapi dalam kehidupan sehari hari antara pengetahuan mereka tentang Alloh dan rosul tidak sesuai dengan realita keseharian. Mereka cenderung untuk mengikuti aturan-aturan nenek moyang (Q.S. 2 :170)
Dalam sebuah bukunya DR. Yusuf Qordhowi (Menghidupkan manusia Rabbaniah dan ilmiah, 1995) menulis.
" para ulama akal sebagai penyebab taklif, inti pahala dan siksa, mereka juga menetapkan bahwa akal merupakjan dasar naql, sebab jika keberadaan Allah tidak dikuatkan akal dan kebenaran nabi tidak dikuatkan dengan akal maka wahyupun tidak akan dikuatkan oleh akal…"
berangkat dari sini para peneliti dari kalangan ulama islam menetapkan, bahwa iman orang yang bertaqlid secara utuh tidak akan diterima. Sebab dia melandaskan imannya kepada keterangan penguat, tidak didasarkan kepada hujjah yang nyata dan hanya kepada taqlid semat".
Akhirul kalam, maka sudah menjadi kewajiban setiap muslim yang mukallaf untuk mendaya gunakan akal dan hati yang telah diberikan Allah kepada kita semua untuk mencapai iman yang tertinggi yakni iman haqiqotul hoqiqot. Adrie M. S (ketum FKII, forum kajian islam ilmiah)